Wisata Religi NTT: Pertapaan Trappist Lamanabi di Ujung Timur Flores

Destinasi Wisata Religius yang Menenangkan di Flores Timur

Flores Timur tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga memiliki banyak tempat wisata religius yang menarik untuk dikunjungi. Salah satu destinasi yang patut dikunjungi adalah Pertapaan Trappist Lamanabi. Tempat ini terletak di ketinggian sekitar 500 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan berada di ujung timur Pulau Flores. Lokasinya yang tenang dan indah membuat pertapaan ini menjadi tempat yang sempurna untuk merenung dan berdoa.

Pertapaan Trappist Lamanabi didirikan oleh Ordo Cisterciensis Observansi Ketat atau Trappist di Desa Lamanabi, Kecamatan Tanjung Bunga. Jaraknya sekitar 40 kilometer dari Larantuka, pusat kota Kabupaten Flores Timur. Di sini, terdapat komunitas para rahib yang hidup secara tersembunyi untuk berdoa dan saling melayani.

Nama Trappist berasal dari sebuah biara di Perancis yang bernama La Trappe. Pengikut aliran bertapa di biara tersebut kemudian dikenal sebagai para rahib Trappist. Sementara itu, nama Lamanabi dalam bahasa Lamaholot secara harafiah berarti kelompok suku (lama) yang bermukim di bukit (nabi/nubi). Bagi warga asli, bukit ini merupakan tempat ritual kurban untuk berbakti kepada Wujud Tertinggi (Allah), sehingga Lamanabi memiliki makna simbolis sebagai Bukit Kurban.

Untuk mencapai Pertapaan Trappist Lamanabi, pengunjung harus menyusuri perjalanan dari Larantuka. Jalannya melewati tepi pantai dan mendaki perbukitan yang berliku-liku hingga akhirnya tiba di pertapaan ini. Meskipun perjalanan memakan waktu satu hingga dua jam, pemandangan alam yang indah dan arsitektur bangunan pertapaan akan membuat perjalanan terasa ringan.

Pertapaan yang berada di puncak bukit ini menawarkan pemandangan perbukitan Lamanabi yang dipenuhi ilalang, pepohonan hijau, dan laut Flores yang luas. Kesunyian yang ada di sini menjadi ciri khas dari pertapaan ini. Para rahib yang berdoa dalam kesunyian untuk memuji Tuhan juga menerima tamu yang datang untuk berziarah. Mereka juga mengizinkan pengunjung untuk menelusuri seluruh sudut pertapaan yang berada di lahan seluas lima hektar ini. Pengunjung dapat mengabadikannya dalam foto maupun video.

Di pertapaan ini, pengunjung bisa membeli roti dan makanan ringan lainnya yang dibuat oleh para rahib dan karyawan. Mereka juga membuat lilin, benda-benda devosional yang bisa dibeli tamu, serta menyediakan penginapan untuk retret.

Sejarah Pembangunan Pertapaan Trappist Lamanabi

Gagasan awal pembangunan Pertapaan Trappist di keuskupan Larantuka bermula dari keinginan Bapa Uskup Larantuka Alm. Mgr Darius Nggawa, SVD. Pada tahun 1983, beliau secara tertulis mengundang Abas Pertapaan Rawaseneng, Alm. Romo Frans Harjawiyata, untuk membuka fundasi Pertapaan Rawaseneng di dusun kecil Lamanabi.

Upacara peletakan batu pertama pembangunan pertapaan tahap pertama di Lamanabi yang dipimpin oleh Mgr Darius Nggawa dilangsungkan pada 9 Juni 1997. Pada 29 September 1998, mereka sudah dapat mulai menjalankan hidup regular secara resmi. Oleh karena itu, 29 September dianggap sebagai hari jadi Fundasi Lamanabi.

Dalam Kapitel Umum Ordo November 1999 yang dilangsungkan di Lourdes Perancis, Lamanabi diizinkan untuk mulai membuka novisiat. Dan dalam Kapitel Umum Oktober 2005 yang dilangsungkan di Assisi Italia, status Pertapaan Lamanabi ditingkatkan dari fundasi menjadi keprioran sederhana.


Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

error: Content is protected !!