Pengalaman Perjalanan ke Osaka
Perjalanan dari Jakarta ke Jepang kali ini berbeda dengan biasanya. Sebelumnya, saya hanya membutuhkan waktu sekitar 6,5 jam untuk tiba di Tokyo. Kali ini, perjalanan melalui transit di Osaka memakan waktu sekitar 12 jam. Meskipun jarak antara Tokyo dan Osaka hanya sekitar 2 jam dengan Shinkansen, perjalanan ini terasa lebih panjang karena adanya transit.
Kali ini saya pergi bersama tim teman-teman arsitek yang tergabung dalam IAI (Ikatan Arsitek Indonesia). Kami berjumlah 32 orang, dan rute penerbangan disesuaikan dengan waktu serta anggaran. Kami akan berkumpul pada tanggal 28 September 2025 hingga 5 Oktober 2025. Saat itu, hanya saya dan Edward yang naik pesawat yang sama, Singapore Airlines. Sementara yang lainnya datang secara bergelombang. Mas Gigo, ketua IAI Jakarta, mengambil pesawat yang berbeda sekitar 2 jam. Dia naik ANA lewat Tokyo, sehingga kami berdua harus menunggu dia untuk menuju Umedaholic Hotel.
Di Kansai International Airport, saya, Mas Gigo, dan Edward siap naik kereta dan berjalan kaki sejauh 900 meter ke Umedaholic Hotel. Pagi-pagi, saya dijemput di Bandara Soekarno Hatta sekitar pukul 6.00 pagi dan terbang pukul 9.00 pagi. Setelah transit, kami tiba di Osaka sekitar pukul 21.00 dan menunggu Mas Gigo hingga pukul 24.00. Barulah kami mencari kereta pukul 00.30 dan sampai hotel setelah berjalan kaki sekitar pukul 01.00 dini hari.
Suasana Osaka di Malam Hari
Suasana Osaka di jam 01.00 dini hari tidak jauh berbeda dengan suasana Tokyo di jam yang sama. Masih ramah dengan kehidupan malamnya. Banyak bar yang masih buka, mungkin sampai pukul 3 atau 4 dini hari, bahkan mungkin 24 jam. Anak-anak muda masih sibuk dengan aktivitas mereka sendiri, dan pegawai kebersihan atau yang memiliki shift malam juga masih banyak berkeliaran.
Saya tidak berani memotret mereka karena khawatir mendapat masalah. Meski bersama dua teman arsitek laki-laki, saat di Tokyo saya sendirian. Namun, saya tidak merasa takut karena Jepang adalah salah satu negara teraman di dunia.
Menurut Michellee, anak saya yang tinggal di sana, jika ada seseorang yang mabuk, mereka tetap sadar dan tidak mengganggu orang lewat karena hukumannya sangat berat. Mereka sangat takut pada peraturan dan hukum. Bahkan, seringkali Michelle tertinggal sesuatu di suatu tempat, dan besoknya barang tersebut masih ada.
Peraturan dan hukum di Jepang memang sangat ditakuti, dan kedisiplinan warga Jepang benar-benar luar biasa. Menurut Michelle lagi, jika ada barang hilang atau pencurian, itu bukan warga Jepang, melainkan warga pendatang. Oleh karena itu, Jepang kini membatasi jumlah imigran yang masuk karena kriminalitas dari para imigran tersebut.
Perjalanan dari Stasiun Osaka ke Umedaholic Hotel
Perjalanan jalan kaki dari Stasiun Osaka ke Umedaholic Hotel sejauh 900 meter memakan waktu sekitar 20 menit. Meskipun kami bertiga tiba dengan penerbangan yang terasa lambat, kami sangat menikmati perjalanan ini. Mengapa? Karena banyak hal yang terlihat di mata saya, seperti desain urban dan streetscape yang indah serta pengamatan tentang kehidupan sosial warga Jepang di tengah malam.
Kota Osaka memiliki beberapa pohon yang tumbuh di sepanjang jalan dengan lampu biru berpendar, menciptakan suasana romantis. Perjalanan dari Stasiun Osaka ke Umedaholic Hotel melewati gang yang penuh dengan kehidupan malam. Ada resto, cafe, dan bar yang masih buka. Banyak anak muda menggunakan baju kostum dan sibuk berbincang. Banyak pula marketing bar yang menyodorkan brosur kepada kami, meski kami hanya tersenyum dan menolak.
900 meter sebenarnya cukup jauh untuk berjalan kaki, terlebih karena bus sudah tidak ada lagi setelah jam 1 dini hari. Namun, suasana dini hari di Osaka terasa aman dan nyaman, serta angin sejuk membuat perjalanan kami sangat santai sambil berbincang tanpa merasa lelah.
Ya, tentu saja saya tidak merasa lelah karena saya menggunakan kursi roda elektrik, tapi Edward dan Mas Gigo, saya tidak yakin apakah mereka merasa lelah. Hahahaha.
Setelah melewati sungai kecil dan dua gang, akhirnya kami tiba di Umedaholic Hotel. Sebuah hotel bintang tiga yang cukup nyaman dengan lobby yang memiliki kaca besar yang bisa dilihat dari luar maupun dalam. Menarik!
Kami masuk dan dijamu oleh petugas resepsionis. Kami diberi kamar dengan 2 orang per kamar. Saya berada di kamar bersama mba Anila. Setelah selesai beres-beres dan mandi, kami berusaha tidur sekitar pukul 3 pagi. Karena jam 7 pagi kami harus sarapan dan bersiap untuk tugas-tugas selama di Osaka dan Kyoto.
Welcome to Osaka.




